Makna Pancasila Sebagai Sistem Etika

Makna Pancasila Sebagai Sistem Etika dan Karakter Bangsa

Gambar terkait
Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai keadilan. Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila tidak bertentanan dengan nilai-nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilai Pancasila, meskipun merupakan kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa Indonesia, namun sebenarnya juga nilai-nilai yang bersifat universal dapat diterima oleh siapa pun dan kapan pun. Etika Pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia.

Pertama, Nilai Ketuhanan: Secara hierarkis, nilai ini bisa dikatakan sebagai nilai yang tertinggi karena menyangkut nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai ini (nilai ketuhanan). Suatu perbuatan dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai, kaidah, dan hukum Tuhan. Pandangan demikian secara empiris bisa dibuktikan bahwa setiap perbuatan yang melanggar nilai, kaidah, dan hukum Tuhan, baik itu kaitannya dengan hubungan kasih sayang antarsesama, akan menghasilkan konflik dan permusuhan. Dari nilai ketuhanan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi. (Ngadino Surip, dkk, 2015: 180)

Kedua, Nilai Kemanusiaan: Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai kemanusiaan Pancasila adalah keadilan dan keadaban. Keadilan mensyaratkan keseimbangan, antara lahir dan batin, jasmani dan rohani, individu dan sosial, makhluk bebas mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukum Tuhan. Keadaban mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk lain seperti hewan, tumbuhan, dan benda tak hidup. Karena itu, suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep keadilan dan keadaban. Dari nilai kemanusiaan menghasilkan nilai kesusilaan contohnya seperti tolong menolong, penghargaan, penghormatan, kerja sama, dan lain-lain. (Ibid, Ngadino Surip, dkk, 2015: 180)

Ketiga, Nilai Persatuan: Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat memperkuat persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang sendiri merupakan perbuatan yang tidak baik, demikian pula sikap yang memecah belah persatuan. Sangat mungkin seseorang seakan-akan mendasarkan perbuatannya atas nama agama (sila ke-1), namun apabila perbuatan tersebut dapat memecah persatuan dan kesatuan maka menurut pandangan etika Pancasila bukan merupakan perbuatan baik. Dari nilai persatuan menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan, dan lain-lain. (Ibid, Ngadino Surip, dkk, 2015: 180)

Keempat, Nilai Kerakyatan: Dalam kaitan dengan kerakyatan ini, terkandung nilai lain yang sangat penting, yaitu nilai hikmat atau kebijaksanaan dan permusyawaratan. Kata hikmat atau kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang mengandung nilai kebaikan tertinggi. Atas nama mencari kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah dibandingkan dengan pandangan mayoritas. Pelajaran yang sangat baik misalnya pada peristiwa penghapusan tujuh kata dalam sila pertama Piagam Jakarta. Sebagian besar anggota PPKI menyetujui tujuh kata tersebut, namun memerhatikan kelompok yang sedikit (dari wilayah Timur) yang secara argumentatif dan realistis bisa diterima, maka pandangan minoritas ‘dimenangkan’ atas pandangan mayoritas. Dengan demikian, perbuatan belum tentu baik apabila disetujui atau bermanfaat untuk orang banyak, namun perbuatan itu baik jika atas dasar musyawarah yang didasarkan pada konsep hikmah atau kebijaksanaan. Dari nilai kerakyatan menghasilkan nilai menghargai perbedaan, kesetaraan, dan lain-lain. (Ibid, Ngadino Surip, dkk, 2015: 181)

Kelima, Nilai Keadilan: Apabila dalam sila kedua disebutkan kata adil, maka kata tersebut dilihat dalam konteks manusia selaku individu. Adapun nilai keadilan pada sila kelima lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu perbutan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan masyarakat banyak. Menurut Kohlberg (1995: 37), keadilan merupakan kebajikan utama bagi setiap pribadi dan masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner yang bebas dan sama derajatnya dengan orang lain.  Dari nilai ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain. Dari nilai keadilan juga menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama, dan lain-lain. (Ibid, Ngadino Surip, dkk, 2015: 181)

Menilik nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka Pancasila dapat menjadi sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga realistis dan aplikatif. Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita bangsa Indonesia  yang harus diwujudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai Pancasila apabila benar-benar dipahami, dihayati dan diamalkan, tentu mampu menurunkan angka kasus korupsi.

Penanaman satu sila saja, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, apabila bangsa Indonesia menyadari jati dirinya sebagai makhluk Allah, tentu tidak akan mudah menjatuhkan martabat dirinya ke dalam kehinaan dengan melakukan korupsi. Kebahagiaan material dianggap segala-galanya dibandingkan dengan kebahagiaan spritual yang lebih agung, mendalam dan jangka panjang. Keinginan mendapatkan kekayaan dan kedudukan secara cepat menjadikannya nilai-nilai agama dikesampingkan. Buah dari penanaman dan penghayatan nilai ketuhanan ini adalah kerelaan untuk diatur Allah, melakukan yang diperintahkan dan meninggalkan larangan-Nya. (Ibid, Ngadino Surip, dkk, 2015: 182)

Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup dan memang tidak bisa dalam konteks Pancasila, karena nilai-nilai Pancasila merupakan kesatuan organis yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Dengan demikian, akan menjadi kekuatan moral besar manakala keseluruhan nilai Pancasila yang meliputi nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan dijadikan landasan moril dan diejawantahkan dalam seluruh lehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam pemberantasan korupsi. Penanaman nilai sebagaimana tersebut di atas paling efektif adalah melalui pendidikan dan media. Pendidikan informal di keluarga harus menjadi landasan utama dan kemudian didukung oleh pendidikan formal di sekolah dan nonformal di masyarakat. Media harus memiliki visi dan misi mendidik bangsa dan membangun karakter masyarakat yang maju, namun tetap berkepribadian Indonesia. (Ibid, Ngadino Surip,  dkk, 2015: 183)


Aktualisasi Pancasila Sebagai Etika dalam Kehidupan Bernegara

Etika berkaitan dengan norma moral, yaitu norma yang mengukur betul-salahnya tindakan manusia sebagai manusia. Pertama, Etika Sosial dan Budaya ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan saling menolong di antara manusi dan warga bangsa. Sejalan dengan itu, perlu menumbuhkembangkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Untuk itu, juga perlu ditumbuhkembangkan kembali budaya keteladanan yang harus di wujudkan dalam perilaku para pemimpin, baik formal maupun informal pada setiap lapisan masyarakat. Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kembali kehidupan berbangsa yang berbudaya tinggi dengan menggugah, menghargai, dan mengembangkan budaya nasional yang bersumber dari budaya daerah agar mampu melakukan adaptasi, interaksi dengan bangsa lain, dan tindakan proaktif sejalan dengan tuntutan globalisasi. (Ibid, Ngadino Surip, dkk, 2015: 201)

Kedua, Etika Politik dan Pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bericirikn keterbukaan, rasa tanggungjawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar; serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa. Etika politik dan pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap mundur dari jabatan politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakkannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya. (Ibid, Ngadino Surip dkk, 2015: 202)

Ketiga, Etika Ekonomi dan Bisnis dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi dan bisnis, baik oleh perorangan, institusi, maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi dapat melahirkan kondisi dan realitas ekonomi yan bercirikan persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing, dan terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang berpihak kepada rakyat kecil melalui kebijakan secara berkesinambugan. (Ibid, Ngadino Surip dkk, 2015: 203)

Keempat, Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan, dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang berpihak kepada keadilan. (Ibid, Ngadino Surip dkk, 2015: 204)

Kelima, Etika Keilmuan dimaksudkan untuk menjujukan tinggi nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa mampu menjaga harkat dan martabatnya, berpihak kepada kebenaran untuk mencapai kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya. Etika Keilmuan menegaskan pentingnya budaya kerja keras dengan menghargai dan memanfaatkan waktu, disiplin dalam berpikir dan berbuat, serta menapati janji dan komitmen diri untuk mencapai hasil yang terbaik, mendorong tumbuhnya kemampuan menghadapi hambatan, rintangan dan tantangan dalam kehidupan, mampu mengubah tantangan menjadi peluang, mampu menumbuhkan kreativitas untuk penciptaan kesempatan baru, dan tahan uji serta pantang menyerah. (Ibid, Ngadino Surip, dkk, 2015: 204) 

Keenam, Etika Lingkungan menegaskan pentingnya kesadaran menghargai dan melestarikan lingkungan hidup serta penataan tata ruang secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. (Ibid, Ngadino Surip, dkk, 2015: 205)



Etika Sukarela untuk Bangsa

Sekedar ilustrasi atas politik sukarela Kang Yoto, tulisan yang pernah dimuat harian Kompas berikut ini baik untuk di baca. Bukan karena latar belakang Kang Yoto yang aktivis Muhammadiyah, sekedar kesaksian bahwa hal serupa itu adalah sesuatu yang mungkin dilakukan sepanjang ada komitmen, jaminan bisa hidup layak. Kita bisa belajar dari para sufi di masa lalu. Mereka, para sufi tersebut, mengenal ajaran tentang zuhup dan wara’. Suatu cara hidup tentang bagaimana manusia hidup dengan mengendalikan nafsu, bukan hidup miskin, melainkan memenuhi hajat hidup sebatas diperlukan. Seperti nasehat Nabi untuk berhenti makan sebelum kenyang. Bekerja keras mengumpulkan harta yang sah untuk dimiliki, tetapi  bukan untuk dirinya sendiri, melainkan bagi kepentingan publik. 

Memasuki abad kedua, Muhammadiyah terbilang sukses mengembangkan ratusan rumah sakit dan perguruan tinggi, serta ribuan sekolah. Sumber pembiayaan bisa disebut murni swasta dan mandiri. Aset yang dikelola amal usaha Muhammadiyah (AUM) berupa rumah sakit, perguruan tinggi, dan sekolah di seluruh Nusantara bisa mencapai puluhan trilyun. Pengelolaan AUM secara pro-fesional, namun tanpa sistem penggajian, kecuali pengganti jasa layanan sosial, yang bisa disebut amat rendah jika dibanding lembaga modern serupa, ternyata tidak mendorong perilaku korupsi di lingkungan AUM tersebut.

Etika sukarela kegotong-royongan, nilai humanis kekuatan inti gerakan Muhammadiyah, bisa bertahan hingga satua abad, dan terus mengembangkan sayap AUM-nya ke seluruh pelosok Nusantara. Tidak terbatas komunitas Muslim, di Papua dan NTT, pengelola dan pengguna jasa AUM adalah warga selain Islam. (Abdul Munir Mulkhan (ed), 2016: 29)

Pertama, Kebersamaan. Muhammadiyah sejak didirikan pada tahun 1912, konsisten membangun masyarakat Nusantara berbasis nilai kebersamaan (taawwun) gotong royong kesukarelaan. Sumber dana AUM berasal dari zakat, infaq, sodaqoh, atau wakaf yang diberikan publik secara sukarela. Demikian pula pengelolaan AUM secara profesional oleh aktivis atau pengikut gerakan ini dilakukan secara sukarela.
Kedua, Profesional tanpa pamrih. Tatakelola profesional dari sistem penggajian berbasis kesukarelaan, bukan mencari kekayaan. (Ibid Abdul Munir Mulkhan (ed), 2016: 30)

Adapun etika-etika lain yang masih berkaitan dengan etika pancasila, yaitu etika-etika yang dirintis oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan, mengutip dari buku Boeah Fikiran Kijai H. A. Dachlan, yaitu:

Etika Guru-Murid. Kiyai Haji Ahmad Dahlan terus menerus mendorong masyarakat, umat dan warga Muhammadiyah untuk belajar kepada siapa saja, dimana saja, dan dalam situasi apa saja. Hasil belajar itu bukan hanya harus dipraktikkan, tetapi wajib disebarkan kepada siapa saja, dimana saja, dengan kemampuan dan peralatan yang dimiliki.

Etika Profetis. Kiyai Haji Ahmad Dahlan begitu peduli membela dan menyantuni kaum terpinggir dan menderita serta miskin. Hampir seluruh kerja sosial Muhammadiyah pada periode awal didasari semangat profetis tersebut.

Etika Al-Ma’un. Semangat membela kaum tertindas dan memunculkan rasa tanggungjawab (amanah) dalam mengelola kedermawanan publik. Kiyai Haji Ahmad Dahlan sendiri menunjukkan bagaimana pengorbanan harta yang dimiliki hingga ia lebih tepat disebut jatuh miskin karena itu.

Etika Kebudayaan. Rumah sakit didirikan bukan hanya berfungsi pengobatan tetapi sekaligus sebagai kritik keyakinan tentang takdir sakit, demikian pula takdir nasib dikritik melalui pendidikan dan berbagai kerja sosial profetis. Dari ini boleh jadi Muhammadiyah periode awal bisa disebut sebagai Etika Kebudayaan atau bisa juga diberi label sebagai etika Pembebasan.

Etika Welas-Asih (Cinta Kasih). Berhubungan dengan sifat Rahman-Rahim Tuhan bertumpu pada prinsip hidup bersama saling menolong semasa makhluk hidup ciptaan Allah SWT. (Abdul Munir Mulkan, 2015: 128)



Pengamalan Nilai-nilai Pancasila dalam beretika di kehidupan Sehari-hari

Dalam sejarah bangsa Indonesia, Pancasila telah terbukti ketangguhannya. Pancasila mampu mempertahankan keutuhan dan persatuan bangsa Indoneisa. Kita tentu telah mengetahui nilai-nilai juang dalam perumusan Pancasila dan telah memahami jerih payah para tokoh pejuang dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara. Tentu nya kita sebagai warga negara republik Indonesia bangga karena memiliki dasar negara yang sangat kokoh dan kuat. Pancasila merupakan perceminan jiwa kebangsaan Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sangatlah luhur.

Pancasila dirancang sedemikian rupa sesuai kepribadian bangsa Indonesia. Segenap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara terangkum didalamnya. Haruslah kita dapat meresapi nilai-nilai Pancasila secara utuh. Nilai-nilai yang melatarbelakangi terwujudnya Pancasila pun sangat mulia. Pancasila bukanlah hal yang remeh dan sepele. Pancasila adalah dasar negara, landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila tidak cukup dihafalkan dan dibaca setiap upacara bendera, namun juga menghayati nilai-nilai Pancasila dan selanjutnya dapat menunjukkannya dalam tindakan nyata. Pancasila tidak akan memiliki makna tanpa pengamalan. Pancasila bukan sekedar simbol persatuan dan kebanggaan bangsa. Tetapi, pancasila adalah acuan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 

Kita dapat memulai dari hal-hal kecil dalam keluarga, misalnya seperti melakukan musyawarah keluarga. Setiap keluarga pasti mempunyai masalah. Masalah dalam keluarga akan terselesaikan dengan baik melalui musyawarah. Kita dapat menyatukan pendapat dan menghargai perbedaan dalam keluarga.

Dalam lingkungan kampus pun kita harus membiasakan bermusyawarah. Hal ini penting karena teman-teman kita yang berbeda-beda. Permasalahan yang berat pun akan terasa ringan. Keputusan yang diambil akan menjadi keputusan bersama. Hal itu akan mempererat semangat kebersamaan. Tanpa musyawarah, perbedaan tidak akan berujung saling melengkapi, tetapi justru akan saling bertentangan. Oleh karena itu, kita harus terbiasa bermusyawarah dimana pun dan kerukunan hidup pun akan terjaga. Dengan demikian, kita tidak akan kesulitan menghadapi dalam lingkungan yang lebih luas. Berawal dari keluarga, kemudian meningkat dalam kampus atau kantor, di lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara. (Setiati Widihastuti, dkk, 2008: 15)

Berikut bentuk pengamalan Pancasila, yaitu Pengamalan Pancasila dalam Rangka Menghargai Perbedaan, ini dimaksudkan Pancasila dirumuskan dalam semangat kebersamaan. Pancasila mampu menyatukan seluruh bangsa Indonesia dari berbagai perbedaan yang ada. Kita harus memiliki sikap menghargai perbedaan. Kita juga harus menghargai bahwa negara Indonesia terdiri atas beragam suku bangsa. Setiap suku bangsa memiliki ragam budaya yang berbeda. Perbedaan suku bangsa dan budaya bukan menjadi penghalang untuk bersatu. Tetapi justru perbedaan itu akan menjadikan persatuan negara kita kuat seperti Pancasila. (Setiati Widihastuti, dkk, 2008: 16)

Pengamalan Pancasila dalam Wujud Sikap Toleransi, Selain mampu menghargai perbedaan, kita juga harus mampu bertoleransi. Baik golongan mayoritas ataupun minoritas, yang kuat ataupun yang lemah, yang kaya ataupun yang miskin, memiliki hak yang sama sebagai warga negara Indonesia. Tidak boleh ada satu pihak pun yang memaksakan kehendaknya. Kebebasan yang dimiliki pun juga tidak boleh melanggar kebebasan orang lain. (Ibid Setiati Widihastuti, dkk, 2008: 17)

Komentar

  1. Vampires in the Enchanted Castle casino - FilmFileEurope
    Vampires in the Enchanted 메이피로출장마사지 Castle Casino. Vampires in the Enchanted Castle 토토 사이트 Casino. ventureberg.com/ Vampires in the Enchanted 출장안마 Castle Casino. Vampires in the Enchanted Castle Casino. https://septcasino.com/review/merit-casino/ Vampires in the Enchanted

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer